Ada apa dengan Indonesiaku ... Ayo Bangkit ... Jangan pasrah di hadapan dollar ...
Kurs Rupiah masih terdepresiasi di pasar mata uang. Setelah dibuka melemah pada 14,133 per Dolar AS di awal pekan lalu, kurs Rupiah terus merosot hingga ditutup pada 14,256 per Dolar AS di hari Jumat. Namun demikian, Bank Indonesia dikabarkan terus melakukan intervensi untuk mencegah depresiasi lebih lanjut, sehingga Rupiah menurut kurs tengah BI pada akhir pekan lalu tercatat masih pada 13,895 per Dolar AS.
Kurs BI USD/IDR Per 21 Agustus 2015
Pasar saham Asia dan Barat ambruk pekan lalu akibat bayang-bayang perlambatan ekonomi China, anjloknya harga komoditas energi, dan ketidakpastian seputar kenaikan suku bunga The Fed. Indeks Gabungan Shanghai kembali melorot pada hari terakhir perdagangan Jumat kemarin, sementara China masih bersikeras mempertahankan mata uangnya di level rendah demi mempertahankan daya saing ekspor. Faktor-faktor tersebut menghantui pasar Saham Indonesia dan memaksanya terus bergerak dalam reli bearish. Depresiasi Yuan, khususnya, membuat proyeksi ekonomi Indonesia kian suram karena harga-harga komoditas diperkirakan akan makin merosot akibat penurunan permintaan dari China.
Proyeksi itu memperburuk sentimen pasar pada Indonesia yang telah terjungkal akibat rendahnya pengeluaran Pemerintah dan terus tertundanya proyek-proyek pembangunan infrastruktur. Selain itu, meski Current Account dilaporkan telah mengalami peningkatan, tetapi masalah utama penurunan permintaan domestik dan memburuknya iklim bisnis masih belum terselesaikan. Dilihat dari sisi produksi maupun pengeluaran, nampaknya masih kecil peluang pertumbuhan ekonomi Indonesia akan rebound di kuartal ketiga 2015 meski banyak pihak mengharapkan hal itu.
Keputusan Bank Indonesia pada hari Selasa untuk membiarkan suku bunga acuan tetap pada 7.5 persen dipandang sebagai langkah terbaik untuk menjaga keseimbangan makroekonomi dan stabilitas finansial di masa sulit saat ini, namun belum bisa mendorong Rupiah untuk menguat. Hal ini terutama berkaitan dengan ketidakpastian seputar kenaikan suku bunga the Fed; apabila otoritas moneter Amerika Serikat tersebut sungguh menaikkan suku bunga pada bulan September, maka pelarian modal dari Indonesia akan makin menjadi-jadi.
Singkatnya, dipandang dari sisi fundamental terdapat sedikitnya lima faktor yang melatarbelakangi depresiasi Rupiah saat ini, yaitu:
- Perlambatan ekonomi China.
- Penurunan harga-harga komoditas penting dunia, khususnya komoditas energi.
- Ketidakpastian tentang kenaikan suku bunga The Fed.
- Melemahnya aktivitas produksi dan permintaan domestik.
- Rendahnya pengeluaran pemerintah dan belum terwujudnya pembangunan infrastruktur di dalam negeri.
Di sisi lain, kemampuan Bank Indonesia untuk menopang nilai tukar Rupiah dibatasi oleh kondisi neraca berjalan (current account) yang masih negatif, kian menipisnya cadangan devisa, dan perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Fundamental Minggu Ini
Pagi ini, kurs Rupiah dibuka melemah pada 14,368 per Dolar AS di pasar mata uang. Saat pembukaan sesi perdagangan pagi, pasar saham di Shanghai, Hong Kong, dan Jakarta masih terjun bebas, membuat outlook untuk kurs Rupiah tetap dalam kondisi suram.
Dari dalam negeri, tidak ada rilis ekonomi yang direncanakan akan dirilis dalam beberapa hari ke depan, tetapi dari Amerika Serikat sejumlah kabar diperkirakan akan kembali mempengaruhi spekulasi seputar kenaikan suku bunga the Fed. Di tengah memburuknya ekonomi Dunia, ada kemungkinan the Fed akan batal menaikkan suku bunga, sehingga melonggarkan dominasi Dolar AS terhadap sejumlah mata uang mayor. Meski begitu, mata uang-mata uang negara berkembang di Asia diproyeksikan masih akan mengalami pelemahan, karena kondisi China sebagai raksasa ekonomi di kawasan ini belum menunjukkan perbaikan.
Prediksi Rupiah Minggu Ini
Harapan agar Rupiah berkonsolidasi di kisaran 13,700-13,800 pekan lalu tidak terwujud. Meski sudah sangat undervalued, nilai mata uang bergambar Garuda ini masih terus merosot. Dari sisi teknikal, kini nampak sinyal telah terbentuknya level keseimbangan baru di kisaran 13,900an dengan support pada 13,600 dan resisten pada 14,375.
Chart USD/IDR dengan indikator EMA-20, EMA-60, EMA-100, dan MACD
(klik gambar untuk memperbesar)
(klik gambar untuk memperbesar)
Mengingat tidak adanya jadwal rilis berita yang akan berdampak tinggi terhadap kurs USD/IDR, maka Rupiah diperkirakan masih akan diperdagangkan di kisaran 14,000an. Absennya kabar baik yang bisa menjadi pemicu, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, membuat proyeksi penguatan Rupiah menjadi tidak reliable dari segi fundamental. Namun, Bank Indonesia kemungkinan akan terus berusaha mempertahankan agar kurs acuan dan antarbank di Jakarta tidak terlalu jauh melampaui ambang 14,000.
Dari analisa di atas maka beberapa dampak akan muncul seiring dengan turunnya nilai tukar rupiah terhadap dollar. antara lain :
1) Semakin lebarnya defisit neraca perdagangan dan semakin sulitnya Bank Indonesia (BI) mendorong defisit transaksi berjalan ke level di bawah 3%. Hal tersebut merujuk pada besarnya kebutuhan warga Indonesia terhadap barang impor sehingga devisa yang keluar akan semakin besar.
2) Besarnya kebutuhan akan barang impor, yang harganya naik karena menguatnya nilai tukar dollar AS, juga membuat inflasi semakin tak terkendali. Pebisnis yang menggunakan bahan baku impor juga semakin kelimpungan.
3) Meningkatnya beban anggaran negara karena berdasarkan data Kementerian Keuangan, setiap rupiah melemah Rp100, defisit anggaran bertambah Rp940,4 miliar-Rp1,21 triliun. Jadi, jika rupiah melemah Rp1.000 sejak awal tahun, maka negara akan mengalami defisit anggaran sebesar Rp9 triliun-Rp12triliun.
4) Terjadinya peningkatan beban utang pemerintah dan korporasi. Setiap depresi Rp100 per dollar AS, biaya bunga utang negara naik Rp207 miliar, atau Rp2 triliun jika rupiah melemah Rp1.000. Sedangkan korporasi, dimana 80% pengutang vallas tidak menggunakan hedging (lingung nilai), sudah harus bersiap gulung tikar jika nilai tukar rupiah terus melemah.
Di luar dampak buruk jika nilai tukar rupiah terus melemah yang dipaparkan di atas, jatuhnya mata uang suatu negara juga menandai turunnya kepercayaan investor terhadap negara tersebut.
Semoga Indonesia ke depan lebih baik. Mari kita bersama bahu membahu memulai langkah konkrit untuk keluar dari keterpurukan dan bangkit untuk kemajuan Indonesia.